MATERI KHUSUS PAT IPS KLS VIII 2019
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
KELAS VIII
BAHAN PAT 2019
Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan
Pemukiman terhadap Perubahan Ruang dan Interaksi Antarruang
Pernahkah kalian mendengar negara
Singapura melakukan reklamasi untuk memperluas daratan? Reklamasi adalah alih fungsi lahan pantai menjadi
daratan. Reklamasi tersebut disebut salah satu bentuk alih fungsi lahan yang
disebut konversi lahan.
Biasanya, mengubah area pertanian menjadi area dengan kegunaan lain, misalnya
menjadi permukiman atau industri. Konversi lahan menjadi fenomena yang sering
dijumpai di negara-negara ASEAN.
a. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Industri
Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak
terjadi di pinggir kota. Biasanya, pemilik perusahaan mendirikan industri di
sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut.
1) Pembangunan
industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan
strategis tersebut merupakan lahan pertanian.
2) Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan
dengan lahan terbangun.
3) Pembangunan
industri memilih akses yang lebih mudah.
4) Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan
pertanian menjadi pilihan yang baik.
Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari
lahan pertanian menjadi industri, antara lain:
1) Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas
pangan dari pertanian menurun.
2) Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena
imbas pencemaranakibat limbah atau polusi dari industri baik tanah,
air, maupun udara.
3) Konversi lahan
itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan pertanian.
4) Faktor sosial dan
budaya hukum waris.Konversi lahan pertanian menjadi industri
mengakibatkan petani “terusir” dari tanah mereka digantikan oleh uang. Awalnya,
petani di pedesaan mempunyai tanah, namun kemudian mereka menjadi petani gurem
dan tak bertanah. Kondisi ini memengaruhi sistem social dan budaya hukum waris
yang berorientasi pada nilai uang. Anak-anak petani tidak lagi diwarisi lahan
pertanian, tetapi diganti dengan pembagian uang hasil penjualan lahan
pertanian.
b. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Permukiman
Konversi lahan
pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti
konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya,
selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu
sendiri. Adapun dampak negatifnya itu adalah sebagai berikut.
1)
Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga
produktivitas pangan semakin kecil.
2) Petani dan buruh tani kehilangan mata pencahariannya.
3) Hilangnya lahan ruang terbuka hijau (RTH).
4) Berkurangnya lahan resapan air.
Akibat-akibat Konflik Sosial
1) Meningkatnya
Solidaritas Sesama Anggota Kelompok
anggota kelompok (in-group solidarity) yang
sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.Terjadinya konflik dengan
kelompok lain justru dapat meningkatan solidaritas sesama
2) Retaknya
Hubungan Antarindividu atau Kelompok
Konflik yang terjadi antarindividu atau antarkelompok
dapat menimbulkan keretakan hubungan.
3) Terjadinya
Perubahan Kepribadian para Individu
Perubahan kepribadian dapat terjadi pada
kedua belah pihak yang mengalami konflik. Kedua belah pihak dapat saling
menyesuaikan atau justru masing-masing mempertahankan kebenaran yang diyakini.
4) Rusaknya Harta
Benda dan Bahkan Hilangnya Nyawa Manusia
Konflik yang berujung pada kekerasan fisik
dapat menyebabkan kerusakan dan hilangnya nyawa manusia. Sebagai contoh,
konflik yang diakhiri dengan peperangan.
5) Terjadinya
Akomodasi, Dominasi, Bahkan Penaklukan Salah Satu Pihak yang Terlibat dalam
Pertikaian.
Integrasi Sosial
Faktor-faktor Terbentuknya Integrasi
Integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur
yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan.
Unsur-unsur yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama, bahasa,
kebiasaan, sistem nilai, dan lain sebagainya. Menurut Baton, integrasi adalah suatu pola
hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak
memberikan fungsi penting pada perbedaan ras tersebut. William F. Ogburn dan
Meyer Nimkoff memberi syaratterjadinya integrasi sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling
mengisi kebutuhan-kebutuhan mereka.
2. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan
(konsensus) bersama mengenai nilai dan norma.
3. Nilai dan norma
sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsisten.
Faktor yang memengaruhi cepat atau lambatnya proses
integrasi:
1. Homogenitas kelompok. Pada masyarakat yang
homogenitasnya rendah integrasi sangat mudah tercapai, demikian juga
sebaliknya.
2. Besar kecilnya kelompok. Jumlah anggota
kelompok memengaruhi cepat lambatnya integrasi karena membutuhkan penyesuaian
di antara anggota.
3. Mobilitas geografis. Semakin sering anggota
suatu masyarakat datang dan pergi, semakin besar pengaruhnya bagi proses
integrasi.
4. Efektifitas komunikasi. Semakin efektif
komunikasi, semakin cepat pula integrasi anggota-anggota masyarakat tercapai.
Bentuk-bentuk integrasi sosial:
1. Integrasi
normatif: integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Contoh: masyarakat Indonesia dipersatukan dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika.
2. Integrasi fungsional: integrasi yang terbentuk sebagai
akibat adanya fungsi-fungsi tertentu dalam masyrakat. Sebagai contoh, Indonesia
yang terdiri dari berbagai suku mengintegrasikan dirinya dengan melihat fungsi
masing-masing: suku Bugis melaut, Jawa bertani, Minang pandai berdagang.
3. Integrasi
koersif: integrasi yang dilakukan dengan cara paksaan. Hal ini biasanya
dilakukan bila diyakini banyaknya akibat negatif jika integrasi tidak
dilakukan, atau pihak yang diajak untuk melakukan integrasi sosial enggan
melakukan/ mencerna integrasi.
Proses integrasi dilakukan melalui dua hal, yaitu:
1. Asimilasi: bertemunya dua kebudayaan atau lebih yang
saling memengaruhi sehingga memunculkan kebudayaan baru dengan meninggalkan
sifat asli tiaptiap kebudayaan.
2. Akulturasi:
proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan pada kebudayaan asing (baru) sehingga kebudayaan asing (baru)
diserap/diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa meninggalkan sifat
asli kebudayaan penerima.
Faktor-faktor pendorong integrasi sosial:
1. Adanya toleransi terhadap kebudayaan yang berbeda.
2. Kesempatan yang
seimbang dalam bidang ekonomi.
3. Adanya sikap
positif terhadap kebudayaan lain.
4. Adanya sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa.
5. Adanya kesamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
7. Adanya musuh
bersama dari luar.
Penguatan Agrikultur di Indonesia
Apakah kalian sudah pernah mendengar kata agrikultur? Ekonomi
agrikultur merupakan upaya peningkatan perekonomian dengan memberdayakan sektor
pertanian. Agrikultur merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang
dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan,
a. Potensi
Agrikultur di Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk dalam
wilayah tropis memiliki potensi pertanian yang sangat baik. Salah satu produk
pertanian Indonesia yang berpotensi menjadi andalan adalah produk pertanian
segar dalam bentuk buah-buahan dan sayuran. Produk lain yang turut menjadi
andalan adalah rempah-rempah dan Bahan Bakar Nabati (BBN).
b. Peran
Agrikultur di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam.
Tanahnya subur. Sampai saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia
bermatapencaharian sebagai petani. Pembangunan agrikultur di Indonesia dianggap
penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Pembangunan agrikultur atau
pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain:
1.
potensi sumber daya alam yang besar dan beragam,
2.
pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup
besar,
3.
besarnya pangsa terhadap ekspor nasional,
4.
besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan
hidupnya pada sektor ini,
5.
perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan
menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia besar, namun
pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar petani kita masih banyak yang
tergolong miskin
Pengembangan Agrikultur di Indonesia
Pengembangan di bidang agrikultur di Indonesia mempunyai
beberapa hambatan, antara lain sebagai berikut.
1) Skala usaha
pertanian pada umumnya relatif kecil;
2) Modal terbatas;
3) Penggunaan teknologi
masih sederhana;
4) Sangat dipengaruhi musim;
5) Pada umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga;
6) Akses terhadap
kredit, teknologi, dan pasar rendah;
7) Pasar hasil pertanian sebagian besar dikuasai oleh
pedagang-pedagang besar sehingga akan merugikan petani;
8) Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
nonpertanian;
9) Kurangnya penyediaan benih yang bermutu bagi petani.
Strategi Pengembangan Agrikultur di Indonesia
Beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam
mengembangkan agrikultur di Indonesia antara lain:
a.
Ekofarming
Strategi ekofarming merupakan peningkatkan sistem
budidaya di sektor pertanian yang ramah lingkungan dan terintegrasi dengan
kearifan lokal di setiap daerah di Indonesia.
b.
Distribusi Pupuk Secara
Merata
Strategi yang kedua ini, berupa distribusi pupuk secara
merata di seluruh wilayah Indonesia. Langkah yang ditempuh dalam strategi ini
adalah petani diminta menjumlahkan kebutuhan pupuk untuk kebutuhan tanamnya perhektar
selama satu tahun. Dengan cara ini pemerintah akan dapat mengetahui kebutuhan
pupuk selama satu tahun sehingga dapat menyediakan stok pupuk sesuai dengan
kebutuhan petani
c.
Perbaikan Irigasi
Pertanian yang berhasil tidak lepas dari baiknya sistem
irigasi yang diterapkan. Oleh karena itu, pemerintah mengusahakan keterjaminan
ketersediaan air untuk pertanian dengan perbaikan atau pengadaan irigasi yang
baik.
Pendistribusian Kembali
(Redistribusi) Pendapatan Nasional
Pengertian Redistribusi Pendapatan
Redistribusi (pendistribusian kembali) pendapatan adalah
pendistribusian kembali pendapatan masyarakat kelompok kaya kepada masyarakat
kelompok miskin baik berasal dari pajak ataupun pungutan-pungutan lain. .Redistribusi
pendapatan dilakukan sebagai salah satu bentuk jaminan sosial yang dilakukan
negara kepada masyarakat.
Jaminan sosial bukanlah pengeluaran publik yang sia-sia,
melainkan sebuah bentuk investasi sosial yang menguntungkan dalam jangka
panjang yang dilandasi dua pilar utama, yakni redistribusi pendapatan dan
solidaritas sosial. Redistribusi pendapatan dapat berbentuk vertikal dan
horizontal.
a. Redistribusi vertikal menunjuk pada transfer uang dari
orang kaya ke orang miskin. Di sini, jaminan sosial merupakan bentuk dukungan
warga masyarakat yang kuat kepada warga masyarakat yang lemah secara ekonomi.
b. Redistribusi
horizontal adalah transfer uang “antar-kelompok”,yaitu dari kelompok satu ke
kelompok lain. Contohnya, dari laki-laki ke perempuan, dari orang dewasa kepada
anak-anak, dari remaja ke orang tua. Redistribusi horizontal dapat
pula bersifat “antar-pribadi”, yakni dari satu siklus kehidupan seseorang ke
siklus lainnya. Jaminan sosial pada hakekatnya merupakan dukungan finansial yang
diberikan kepada anak-anak yang kelak membayarnya manakala sudah dewasa; yang
diberikan kepada orang sakit yang membayarnya manakala sehat; atau yang
diberikan kepada para pensiunan yang telah mereka bayar pada saat masih bekerja.
Pergerakan Nasional
pada Masa Pendudukan Jepang
Kerja paksa pada masa kependudukan Jepang dikenal dengan
istilah romusha.
Romusha merupakan salah satu bukti penderitaan rakyat Indonesia pada masa
pendudukan Jepang. Kapan Jepang mulai menguasai Indonesia? Bagaimana Jepang menguasai
Indonesia? Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang
a. Proses
Penguasaan Indonesia oleh Pasukan Jepang
Awal mula tujuan Jepang menguasai Indonesia ialah untuk
kepentingan ekonomi dan politik. Jepang merupakan negara industri yang sangat
maju dan sangat besar. Jepang sangat menginginkan bahan baku industri yang
tersedia banyak di Indonesia untuk kepentingan ekonominya. Indonesia
juga merupakan daerah pemasaran industri yang strategis bagi Jepang untuk menghadapi
persaingan dengan bangsa-bangsa Barat.
Untuk mengamankan jalur pelayaran bagi bahan-bahan mentah dan bahan baku dari
ancaman Sekutu serta memuluskan ambisinya menguasai wilayah-wilayah baru,
Jepang menggalang kekuatan pasukannya serta mencari dukungan dari bangsa-bangsa
Asia.
Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang melakukan
penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Setelah
memborbardir Pearl Harbour, Jepang masuk ke negara-negara Asia dari berbagai
pintu. Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang
mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang menduduki
kota minyak Balikpapan pada tanggal 24 Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki
kota-kota lainya di Kalimantan. Jepang berhasil menguasai Palembang pada
tanggal 16 Februari 1942. Setelah menguasai Palembang, Jepang menyerang Pulau
Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan Belanda. Batavia (Jakarta)
sebagai pusat perkembangan Pulau Jawa berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 1
Maret 1942. Setelah melakukan berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa
syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat.
Surat perjanjian serah terima kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan
Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada
Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang). Sejak saat itu seluruh
Indonesia berada di bawah kekuasan Jepang
b. Kebijakan
Pemerintah Militer Jepang
Pada saat kependudukannya di Indonesia, Jepang melakukan
pembagian tiga daerah pemerintahan militer di Indonesia, yakni:
1) Pemerintahan
Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukittinggi.
2) Pemerintahan
Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.
3) Pemerintahan
Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku
dengan pusat di Makassar.
Jepang menggunakan sistem pemerintahan berdikari dalam
menjalankan pemerintahan di daerah kependudukannya. Berdikari berarti “berdiri
sendiri”. Maksudnya, pemerintah pusat tidak banyak berperan dalam upaya pemenuhan
kebutuhan pasukan di daerah kependudukannya. Dengan demikian, pemerintahan militer Jepang di
Indonesia lebih leluasa untuk menerapkan sistem
penjajahan. Jepang melakukan propaganda dengan semboyan “Tiga A” (Jepang
Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia) untuk menarik simpati
rakyat Indonesia. Selain itu, Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia dalam
melakukan ibadah, mengibarkan bendera merah putih yang berdampingan dengan
bendera Jepang, menggunakan bahasa Indonesia, dan menyanyikan lagu kebangsaan
“Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh Jepang hanyalah
janji manis saja. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih kejam dalam menjajah
bangsa Indonesia.
Jepang melakukan beberapa kebijakan terhadap negara jajahan Indonesia. Program
yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang
ada di Indonesia untuk tujuan perang. Beberapa kebijakan tersebut antara lain
sebagai berikut.
1) Membentuk
Organisasi-Organisasi Sosial
Organisasi-organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang di
antaranya Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi. Gerakan
3A Dipimpin oleh Mr. Syamsudin, dengan tujuan meraih simpati penduduk dan tokoh
masyarakat sekitar. Dalam perkembangannya, gerakan ini kurang berhasil sehingga
Jepang membentuk organisasi yang lebih menarik.
Sebagai ganti Gerakan Tiga A, Jepang mendirikan gerakan
Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada tanggal 1 Maret 1943. Gerakan Putera dipimpin
tokoh-tokoh nasional yang sering disebut Empat Serangkai, yaitu Soekarno,
Mohammad Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara.
Pada tahun 1944, dibentuk Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian
Jawa). Gerakan ini berdiri di bawah pengawasan para pejabat Jepang. Tujuan
pokoknya adalah menggalang dukungan untuk rela berkorban demi pemerintah
Jepang.
Islam adalah agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Jepang merasa harus bisa menarik
hati golongan ini. Maka, pada tahun 1943 Jepang membubarkan Majelis Islam A’la
Indonesia dan menggantikannya dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H. Mas Mansyur.
2) Pembentukan
Organisasi Semi Militer
Jepang menyadari
pentingnya mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu perang menghadapi
Sekutu. Oleh karena itu, Jepang membentuk berbagai organisasi semimiliter,
seperti Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air (Peta).
Organisasi Barisan
Pemuda (Seinendan) dibentuk pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberi bekal
bela negara agar siap mempertahankan tanah airnya. Dalam kenyataannya, tujuan
itu hanya untuk menarik minat rakyat Indonesia. Maksud sesungguhnya adalah
untuk membantu menghadapi tentara Sekutu.
Fujinkai merupakan himpunan kaum
wanita di atas 15 tahun untuk terikat dalam latihan semimiliter. Keibodan
merupakan barisan pembantu polisi untuk laki-laki berumur 20-25 tahun. Heiho
yang didirikan tahun 1943 merupakan organisasi prajurit pembantu tentara
Jepang. Pada saat itu, Jepang sudah mengalami kekalahan di beberapa front
pertempuran. Adapun Peta yang didirikan 3 Oktober 1943 merupakan pasukan
bersenjata yang memperoleh pendidikan militer secara khusus dari Jepang. Kelak,
para eks-Peta memiliki peranan besar dalam pertempuran melawan Jepang dan
Belanda.
3) Pengerahan
Romusha
Jepang melakukan rekruitmen anggota romusha dengan tujuan
mencari bantuan tenaga yang lebih besar untuk membantu perang dan melancarkan
aktivitas Jepang. Anggota-anggota romusha dikerahkan oleh Jepang untuk
membangun jalan, kubu pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya.
Jumlah Romusha paling besar berasal dari Jawa, yang dikirim ke luar Jawa,
bahkan sampai ke Malaya, Myanmar, dan Thailand.
Sebagian besar romusha adalah penduduk yang tidak
berpendidikan. Mereka terpaksa melakukan kerja rodi karena takut kepada Jepang.
Pada saat mereka bekerja sebagai romusha, makanan yang mereka dapat tidak
terjamin, kesehatan sangat minim, sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan
rakyat Indonesia meninggal akibat romusha.
Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak
pemuda Indonesia meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha.
Akhirnya, sebagian besar desa hanya didiami oleh kaum perempuan, orang tua, dan
anak-anak.
Penjajahan Jepang yang sangat menyengsarakan adalah
pemaksaan wanita-wanita untuk menjadi Jugun Ianfu. Jugun Ianfu adalah wanita
yang dipaksa Jepang untuk menjadi wanita penghibur Jepang di berbagai pos medan
pertempuran. Banyak gadis-gadis desa
diambil paksa tentara Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Sebagian mereka tidak
kembali walaupun Perang Dunia II telah berakhir.
4) Eksploitasi
Kekayaan Alam
Jepang tidak hanya
menguras tenaga rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan harta benda yang
dimiliki bangsa Indonesia jauh lebih kejam daripada pengerukan yang dilakukan
oleh Belanda. Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus
menunjang semua keperluan perang Jepang.
Jepang mengambil alih seluruh aset ekonomi Belanda dan
mengawasi secara langsung seluruh usahanya. Usaha perkebunan dan industri harus
mendukung untuk keperluan perang, seperti tanaman jarak untuk minyak pelumas.
Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran kepada Jepang. Jepang
memanfaatkan Jawa Hokokai dan intansi-instansi pemerintah lainnya. Keadaan
inilah yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.
Pada masa panen, rakyat wajib melakukan setor padi
sedemikian rupa sehingga mereka hanya membawa pulang padi sekitar 20% dari
panen yang dilakukannya. Kondisi ini mengakibatkan musibah kelaparan dan
penyakit busung lapar di Indonesia. Banyak penduduk yang memakan umbi-umbian liar,
yang sebenarnya hanya pantas untuk makanan ternak.
Sikap manis Jepang
hanya sebentar. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan maklumat pemerintah
yang isinya berupa larangan pembicaraan tentang pengibaran bendera merah
putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini tentu membuat kecewa bangsa
Indonesia.
Sikap Kaum Pergerakan
Propaganda Jepang sama sekali tidak memengaruhi para tokoh
perjuangan untuk percaya begitu saja. Bagaimanapun, mereka sadar bahwa Jepang
adalah penjajah. Bahkan, mereka sengaja memanfaatkan organisasi-organisasi
pendirian Jepang sebagai ‘batu loncatan’ untuk meraih Indonesia merdeka.
Beberapa bentuk perjuangan pada zaman Jepang adalah sebagai berikut.
1) Memanfaatkan Organisasi Bentukan Jepang
Tokoh-tokohnya adalah para pemimpin Putera, seperti
Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.Mereka
memanfaatkan Putera sebagai sarana komunikasi dengan rakyat. Akhirnya, Putera justru dijadikan para pemuda
Indonesia sebagai ajang kampanye nasionalisme.
2) Gerakan Bawah Tanah
Larangan berdirinya partai politik pada zaman Jepang
mengakibatkan sebagian tokoh perjuangan melakukan gerakan bawah tanah. Gerakan
bawah tanah merupakan perjuangan melalui kegiatan-kegiatan tidak resmi, tanpa
sepengetahuan Jepang (gerakan sembunyi-sembunyi). Tokoh-tokoh yang masuk dalam
garis pergerakan bawah tanah adalah Sutan Sjahrir, Achmad Subarjo, Sukarni, A.
Maramis, Wikana, Chairul Saleh, dan Amir Syarifuddin.
3) Perlawanan Bersenjata
Di samping perjuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan
organisasi bentukan Jepang dan gerakan bawah tanah, ada pula
perlawanan-perlawanan bersenjata yang dilakukan bangsa Indonesia di antaranya
sebagai berikut.
a)
Perlawanan Rakyat Aceh
Dilakukan oleh Tengku Abdul Djalil, seorang
ulama di Cot Plieng Aceh, menentang peraturan-peraturan Jepang. Pada tanggal 10
November 1942, ia melakukan perlawanan. Dalam perlawanan tersebut ia tertangkap
dan ditembak mati.
b)
Perlawanan Singaparna, Jawa Barat
Dipelopori oleh K.H. Zainal Mustofa, yang
menentang seikerei yakni menghormati Kaisar Jepang. Pada tanggal 24 Februari
1944, meletusperlawanan terhadap tentara Jepang. Kiai Haji Zainal Mustofa dan
beberapa pengikutnya ditangkap Jepang,
lalu dihukum mati.
c)
Perlawananan Indramayu, Jawa Barat
Pada bulan Juli 1944, rakyat Lohbener dan
Sindang di Indramayu memberontak terhadap Jepang. Para petani dipimpin H.
Madrian menolak pungutan padi yang terlalu tinggi. Akan tetapi, pada akhirnya
perlawanan mereka dipadamkan Jepang.
d) Perlawanan Peta
di Blitar, Jawa Timur
Perlawanan PETA merupakan perlawanan terbesar yang
dilakukan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang
Perlawanan ini dipimpin Supriyadi, seorang Shodanco
(Komandan pleton). Peta tanggal 14 Februari 1945, perlawanan dipadamkan Jepang
karena persiapan Supriyadi dkk. kurang matang.
Comments
Post a Comment